Kamis, 21 April 2016

Semoga Aku Tidak Tersenyum

Aku tak berharap suatu hari nanti ketika aku membaca tulisan ini lagi aku akan tersenyum dan mengatakan betapa bodohnya diriku saat itu. Jikalau aku demikian, berarti aku telah berubah. Aku tidak menginginkan perubahan itu karena aku telah berada dalam zona nyaman spiritualitasku. Aku ingin seperti ini, bisa membaur secara elastis tanpa ada sekat yang membuat kuterpisah dengan bagian yang lain. Seperti unsur minoritas yang selalu mencari dasar untuk melangkah sehingga selalu mengalami gesekan dengan unsur mayoritas yang berkembang di masyarakat di daerahku, mungkin juga di daerah-daerah yang lain. Kedua unsur ini menganggap diri mereka paling benar, tetapi memang diyakini unsur minoritas ini yang seolah merusak tatanan yang telah mapan dalam unsur moayoritas hingga akhirnya membingungkan orang-orang yang awam dalam unsur mayoritas. Bisa dikatakan sebuah organisasi Islam yang merupakan golongan selain golongan besar Islam di Indonesia. Entah mereka sebenarnya mencari kebenaran, ingin menerapkan jiwa Islam yang berdasar al Quran dan al Hadis atau bagaimana, aku kurang mengetahui. Ini benar-benar meresahkan.

Setiap kali dalam wadah pengajian selalu saja Sang Kyai menyinggung golongan Islam tertentu yang selalu menanyakan, “Apa ada dasarnya?”. Setiap kali ada acara pengajian jikalau tidak diketahui atau tidak ada dasarnya mereka yang selalu mencari-cari dasarnya tidak bersedia untuk mendatanginya. Dalam hal ini misalnya saja memperingati maulid nabi. Apakah mereka yang mengatakan demikian itu tidak dapat menemukan hikmah yang terkandung dalam acara yang luar bisa itu? Apakah mereka juga tidak menyadari kegiatan pengajian itu merupakan sebuah kegiatan dalam majelis mulia, yaitu majelis taklim? Huhf, benar-benar yang demikian membuat resah masyarakat. Semuanya diaanggap seperti hitungan penjumlahan anak TK. Saat guru mengatakan angka delapan berasal dari empat ditambah empat, maka ketika orang lain mengarahkan atau mencari hasil angka delapan dari penjumlahan angka lima ditambah tiga atau angka yang lain, mereka mengatakan tidak benar. Saya kira itu adalah analogi yang tepat untuk kasus ini. Mereka hanya terpaku pada teks hingga mereka tidak mengacuhkan hal-hal lain di luar teks. Di saat golongan yang lain bermaksud mengajak duduk bersama membahas permasalahan ini selalu saja mereka mengelak.

Berbuat baik kepada sesama apakah harus selalu mencari dasarnya terlebih dahulu? Apakah mendoakan seseorang itu tidak ada dasarnya, sementara Nabi Muhammad pernah mengucapkan “amin” saat malaikat Jibril mendoakannya ketika Beliau menaiki mimbar? Makan bersama yang biasa disebut di daerah Surakarta, Jogja, dan sekitarnya dengan istilah kondangan bagi mereka, dilarang dalam agama sementara ikrar dalam kondangan tidak mengultuskan benda-benda atau tempat keramat, atau meminta selain kepada Yang Maha Esa, Allah? Sebenarnya di mana salahnya hingga disebut tidak ada dasarnya? Jikalau semuanya harus didasarkan dengan dasar al Quran dan al Hadis, yang notabene pada zaman dahulu, tentu keadaan tidak pernah akan maju. Misalnya mengadopsi kendaraan yang dipakai nabi kita Muhammad yaitu unta, apakah kita mengendari mobil atau sepeda dikatakan dosa karena tidak mengikuti sunah rasulullah? Budaya dan adat istiadat di tempat kelahiran Nabi Muhammad berbeda dengan di tempat tumpah darah kita. Asalkan itu tidak bertentangan dengan ajaran agama, dengan nalar yang logis tentu dirasa tidak masalah. Budaya-budaya yang kita temui dalam agama kita merupakan akulturasi dengan budaya Hindu yang dipakai pada wali songo untuk memasukkan ajaran Islam. Tentunya para wali yang mengajarkan budaya akulturasi tersebut telah menghilangkan ajaran-ajaran syirik atau berbau menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Eh, malah ada yang mengatakan bahwa tidak ada bukti yang jelas tentang keberadaan wali songo,misalnya Sunan Kalijaga. Ah, biarlah jikalau mereka anggap wali Allah itu tidak ada.

Saya kira jika kita sendiri sudah merasa yakin bahwa apa yang kita lakukan itu baik, baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain, tidak merugikan orang lain dan diri sendiri, tidak menyimpang jalan Allah, tidak perlu mencari dasar dalam al Quran atau al Hadis, hanya malah akan membuat pusing dan akhirnya tidak jadi melaksanakannya karena terlalu sibuk mencari dasarnya. Orang-orang yang mencari dasar atau menanyakan dasar mungkin saja benar-benar tidak tahu atau ilmu yang dimiliki benar-benar masih dalam taraf awam, sehingga dengan mudah akan digoyang oleh ombak yang entah datangnya dari mana.

Jikalau mereka yang selalu mencari dasar untuk beribadah, maka ibadah yang dilakukan hanya terbatas pada ibadah-ibadah yang dapat dikatakan saklek. Itu pun ibadah yang dilakukannya yang sudah diketahui belum tentu diketahui dasarnya, misalnya saja ibadah haji. Apa orang-orang yang selalu saja mencari-cari dasar beribadah tahu dasar kewajiban haji? Belum tentu juga mereka tahu bukan? Mereka secara tidak langsung sebenarnya melakukan suatu ibadah tidak harus mengetahui dasar, tetapi menurut keyakinannya. Jikalau semua ibadah yang ada hubungannya dengan budaya dikatakan tidak ada dasar dalam agama “bidah” maka bisa dijamin lama kelamaan budaya kita akan hilang. Budaya kita yang kondang di luar negeri yaitu budaya sikap gotong royong, kebersamaan, akan lenyap dimakan oleh budaya individualisme. Apakah kita akan memiliki rasa bangga dengan beragam kebudayaan kita sementara budaya itu sedikit demi sedikit digerogoti sikap individual yang membonceng embel-embel agama dan payahnya lagi yang mengerogotinya adalah kita sendiri?

Sebenarnya apa yang terjadi di negeri tercinta kita ini? Apakah ini salah satu dari sekian dampak negara yang menerapkan sistem demokrasi. Orang-orang dibebaskan untuk menyuarakan hatinya dan payahnya mereka tidak menghiraukan menyakiti atau tidak perasaan orang lain, berbenturan dengan orang atau golongan lain atau tidak, akan berdampak terpecah belahnya kesatuan atau tidak. Jikalau memang demikian kita tentu akan segera menunggu perpecahan yang lebih besar lagi. Kita semua sebagai warga negara Indonesia tentunya dengan merasa bangga dengan keberagaman adat dan budaya negeri ini bukan?

Tentang semua ini, rasa cinta terhadap Indonesia, inginku menyanyikan lagi lagu yang hari Senin yang lalu dinyanyikan saat upacara di sekolahku. Sebuah lagu Tanah Airku yang diciptakan oleh Ibu Sud. Entah lagu ini cocok dengan tulisan ini atau tidak, dua keinginan saya, “Tetap Jaga Kebersamaan dan Melestarikan Budaya Kita.”

Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai

Walaupun banyak negri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan

Aku tak ingin melihat diriku atau negaraku pecah atau melupakan identitasnya. Aku tidak ingin esok tersenyum melihat diriku saat membaca tulisan ini. Semua orang harus menjaga diri atas perbedaan yang ada di diri kita atau diri negara kita, karena Indonesia adalah negara yang Bhineka Tunggal Ika.



Tulisan ini bukan bermaksud untuk menyinggung seseorang, golongan atau kelompok tertentu. Jikalau ada yang merasa tersinggung, mohon maaf.

Kab. Semarang, 04 September 2013

Jumat, 27 September 2013

Ketua Baru, Era Baru, Adakah Sesuatu yang Baru?


Jumat, 27 September 2013 – Kembali lagi, Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMA Islam Sudirman Kamis, 26 September 2013 mengadakan pemilihan ketua OSIS periode 2013/2014. Pemilih yang dimulai dari kelas XII IPS 1 dan diakhiri oleh kelas XI IPA 1 berjalan dengan lancar dan kondusif. Pemilihan berlangsung mulai dari pukul 08.00 sampai dengan 13.00 WIB berlangsung sangat meriah karena antusias yang besar untuk menyukseskannya oleh warga sekolah baik siswa, guru, maupun karyawan. Menurut penjelasan Ambar Wahyuni, pembina OSIS, pelaksanaan pemilihan ketua OSIS kali ini dapat dikatakan baik. Hampir semua warga sekolah berpartisipasi dalam pemilihan kali ini. “Semua warga sekolah hampir ikut memilih. Itu semua karena dukungan oleh pengurus OSIS yang memandu pemilihan dan saya yang juga ikut membantu mengajak Bapak Ibu guru untuk memilih calon ketua OSIS,” jelas Ambar Wahyuni.
Pada pemilihan tahun ini terdapat lima calon yaitu, Aldi Purnama (XI IPA 1), Ananda Eka Wardhani (XI IPA 1), Oktavian Baharudin (XI IPA 2), Nur Laylatul Maf’udah (XI IPA 1), dan Gadung Dwi Nurwanda (XI IPS 1). Kelima kandidat ketua OSIS sebelum pemilihan telah mengadakan orasi untuk menyampaikan visi dan misi jika menjadi ketua OSIS. Orasi dilaksanakan di kelas-kelas dan di ruang guru. Dari kelima kandidat rata-rata ingin memajukan OSIS dan sekolah dengan cara meningkatkan ketertiban dan kedisiplinan.
Ketua penyelenggara yang saat ini dijabat oleh Dani Ahmad diberi masukan oleh M.Chotibul Umam (guru PAI) agar para kandidat melakukan uji publik dengan mengundang beberapa perwakilan kelas dan beberapa orang guru. “Tolong untuk kedepannya jika ada pemilihan ketua OSIS, alangkah lebih baik jika diadakan uji publik. Ini dimaksudkan agar pemilih dapat mengetahui secara jelas apa tujuan para kandidat menjadi ketua OSIS dan bagaimana cara mereka untuk mewujudkan tujuan itu. Selain itu untuk mengetahui seberapa kuat mental dan seberapa hebat kemampuan berbicara para kandidat,” ungkap M.Chotibul Umam.

Banyak suara tidak sah
Hasil penghitungan suara menempatkan Nur Laylatul Maf’udah sebagai ketua OSIS yang baru periode 2013/2014 mengalahkan Gandung Dwi Nurwanda di peringkat kedua, Ananda Eka Wardhani di peringkat ketiga,  Aldi Purnama di peringkat keempat, dan Oktavian Baharudin di peringkat kelima. Suasana penghitungan suara pun cukup meriah. Di samping pengurus OSIS yang menyaksikan penghitungan suaran, anggota OSIS kelas X, XI, dan XII juga ikut mengawal jalannya penghitungan suara. Sayangnya kemeriahan itu agak terkotori bahwa ternyata banyak dari pemilih yang tidak menggunakan suaranya dengan baik sehingga suaranya dianggap tidak sah. Hal itu terjadi karena surat suara banyak yang dirusak dengan cara digambari, ditandatangani, atau dicoret-coret. Atas hal demikian, ketua OSIS terpilih, Nur Laylatul menyayangkan banyaknya suara yang tidak sah. “Tentu kita sangat menyayangkan karena banyak suara yang tidak sah” ungkapnya. Dani Ahmad sebagai ketua penyelenggara mengungkapkan kira-kita 35 % suara tidak sah.
Terlepas dari banyaknya suara yang tidak sah, di tempat terpisah, Nur Layla tidak menyangka dirinya akan terpilih menjadi ketua OSIS. Hal itu disebabkan dia merasa calon-calon yang lain lebih hebat dari dirinya. Dia merasa sangat senang dan tentunya sangat bersyukur kepada Allah karena dirinya telah terpilih. “Saya tidak menyangka kalau saya terpilih, tetapi saya sangat bersyukur. Semoga amanah ini bisa saya jaga dan penuhi. Saya bertekat untuk memajukan OSIS ke depan. Saya telah menyiapkan hal-hal yang baru untuk OSIS dan tentunya tanpa meninggalkan yang sudah ada yang dirasa baik,” ungkapnya dengan gembira.
Pemilihan ketua OSIS secara langsung ini sangat baik sebagai ajang siswa-siswa untuk ikut andil dalam pembelajaran berdemokrasi. “Biarpun banyak yang suara rusak, paling tidak kegiatan ini dapat memberikan pelajaran kepada para siswa dalam hal berdemokrasi,” ungkap salah seorang guru yang tidak bersedia disebut namanya. “Ketua OSIS yang baru sudah ada, era baru semoga juga ada dalam tubuh organisasi ini, dan semoga ada sesuatu yang baru untuk kedepannya,” imbuhnya.


Senin, 01 April 2013

Kan Ada Remidi

Evaluasi adalah suatu proses atau kegiatan yang berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) sesuatu berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. Untuk mengetahui kualitas tersebut digunakan suatu alat yaitu berupa tes atau dalam dunia pembelajaran sering disebut dengan ulangan. Tes dalam pembelajaran dilakukan secara berkala yang diantaranya berupa ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester.

Dalam pelaksanaan kurikulum saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menerapkan sistem pembelajaran tuntas. Itu artinya setiap Kompetensi Dasar (KD) harus mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan berdasarkan intake, daya dukung, dan kompleksitas KD. Secara wajar tentu saja terdapat beberapa siswa yang tidak dapat memenuhi KKM yang telah ditetapkan. Oleh karena itu ada sebuah cara yang harus dilakukan yaitu dengan mengadakan remidial pembelajaran. Kalau dalam bahasa kuliahan dulu pernah ada yang namanya Semester Pendek (SP).

Adanya remidial seolah memberikan nafas lega terhadap siswa-siswa yang masih mengalami ketidaktuntasan KD pada setiap mata pelajaran. Remidial dilakukan dengan cara mengadakan pembelajaran kembali berdasarkan kelemahan yang dialami siswa. Untuk mengetahui kelemahan KD pada setiap siswa dengan cara mengadakan analisis hasil ulangan. Setelah mengetahui kelemahannya, guru mengadakan pembelajaran ulang.

Mengadakan pembelajaran remidial sangat jarang dilakukan oleh guru walaupun ada beberapa siswa yang belum memenuhi KKM. Hal itu biasanya guru memberikan alasan karena sudah terlalu banyak tugas dengan berbagai administrasi pembelajaran. Selain itu para guru berpikir pembelajaran remidial membutuhkan waktu ekstra. Bila pembelajaran remidial dilakukan pada waktu reguler akan mengurangi cakupan materi yang dibahas. Sehingga tak jarang ditemukan guru yang hanya memberikan soal tes yang sudah digunakan untuk dikerjakan ulang. Mengerjakannya pun di rumah digunakan sebagai pekerjaan rumah (PR). Siswa yang sudah mengerjakan soal dengan serta merta dianggap memenuhi KKM. Hal itu dilakukan dengan dalaih agar tidak menyita waktu pembelajaran bagi siswa-siswa yang sudah tuntas belajar.

Fenomena memberikan remidial dengan menyuruh siswa mengerjakan soal tes yang telah dikerjakan akhirnya dijadikan kebiasaan. Situasi yang demikian dimanfaatkan dengan baik oleh siswa-siswa yang tidak mempunyai daya saing kuat dalam mengejar prestasi sehingga mereka cenderung meremehkan soal tes ulangan, baik ulangan harian, ulangan tengah semester, maupun ulangan akhir semester. Misalnya, waktu yang mengerjakan soal diberikan 90 menit, akhirnya dalam pikiran mereka mengandalkan remidial dan mereka berpikir, “Santai, kan ada remidial. Paling juga ikut remidial dianggap tuntas.” Anggapan semacam itu mengarahkan siswa mudah putus asa dalam mengerjakan soal sehingga mereka pasrah mengerjakan soal dengan tidak sungguh-sungguh dan 60 menit keluar. Kondisi semacam ini juga menimbulkan keraguan terhadap kualitas belajar siswa baik di sekolah ataupun di rumah.

Kondisi semacam ini harus segera diubah agar mindset siswa remdial pasti mengerjakan soal lebih mudah dan pasti tuntas berubah. Hal yang harus dilakukan adalah dengan memberikan remidial yang berbobot sama sehingga tujuan remidial dapat tercapai. Guru harus lebih rajin lagi dalam melakukan pembelajaran remidial, misalnya beberapa menit dalam waktu reguler dan memberikan tugas yang berbobot dan berkaitan dengan pembelajaran remidial. Guru tidak serta-merta menuntaskan siswa yang sudah ikut remidial sehingga guru juga dituntut untuk mengoreksi dengan sungguh-sungguh tes remidial yang dilakukan.

“Kan tidak masuk UN, Pak.”
Kalimat di atas pernah terlontar dari mulut siswa saat tes mata pelajaran non Ujian Nasional. Berdasarkan kalimat tersebut dapat dianalisis bahwa dengan adanya ujian nasional siswa memiliki kecenderungan mengabaikan mata pelajaran non UN. Mata pelajaran non UN dianggap kurang penting oleh beberapa siswa sehingga ketika mata pelajaran tersebut digunakan untuk tes, siswa mengabaikan. Siswa menganggap mata pelajaran non UN tidak menentukan kelulusan.

Memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa anggapan tersebut sudah menjadi anggapan umum siswa-siswa. Anggapan demikian ada karena siswa sudah terlalu terbebani dengan berbagai tes yang dilakukan oleh sekolah baik itu tryout yang dilakukan berkali-kali, Ulangan Tengah Semester, dan Ujian Sekolah. Tak pelak siswa sudah mengalami kejenuhan dengan semua tes dan pemadatan materi yang dilakukan. Hal itu diperparah dengan sikap guru yang terkadang seolah memarginalkan mapel non UN dengan menambah jam pelajaran UN dan mengurangi jam pelajaran non UN. Sikap demikian dilakukan semata-mata agar siswa-siswanya dapat lulus seratus persen dalam UN.

Mata pelajaran non UN untuk kelas dua belas seolah-olah tidak mempunyai taji dalam hal kelulusan siswa. Hal tersebut tentu tidak hanya tes mapel tersebut yang tidak dianggap penting tetapi dalam proses pembelajarannya pun siswa akan mengganngap tidak penting. Hal yang demikian membuat kualitas pembelajaran dan tingkat ketuntasan pembelajarannya rendah. Jalan terakhir yang dilakukan jika demikian guru terpaksa “mengatrol” nilai tes, biarpun itu nilai ujian sekolah.

Fenomena siswa menganggap kurang pentingnya mapel non UN ini merupakan salah satu mengapa UN yang hanya mengeteskan beberapa mapel banyak yang tidak setuju. Sementara itu, jika semua mapel diteskan dalam UN siswa akan semakin terbebani. Permasalahan mengenai UN ini memang selalu muncul setiap tahun menjelang UN dilaksanakan.

Hal yang harus dilakukan agar siswa tidak menganggap enteng tes mapel non UN salah satunya menyadarkan kepada siswa bahwa semua mapel itu memiliki manfaat yang baik. Tes yang dilakukan untuk mapel non UN yang digunakan untuk penilaian Ujian Sekolah nilainya benar-benar murni. Hal ini dilakukan agar generasi kelas dua belas berikutnya dapat mengambil pelajaran yang berharga dari generasi sebelumnya tentang penilaian objektif setiap mapel. Pemerintah harus selalu mengkaji kebijakan tentang UN agar tidak selalu menimbulkan pro dan kontra. Guru sudah jenuh dengan kebijakan UN yang membuat “deg-degan” dan siswa juga sering senam jantung dengan adanya UN.

Kab.Boyolali, 31 Maret 2013

Akhir Perjalanan RSBI

Perjalanan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) akhirnya telah berakhir setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 8 Januari 2013. MK menilai pasal 50 ayat 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. RSBI dianggap telah menyalahi amanat UUD 1945 tentang hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang merata. RSBI dianggap sebagai cerminan tidak adanya pemerataan pendidikan atau dapat dikatakan adanya kastanisasi pendidikan. Sehingga hanya sekolah-sekolah tertentu yang ditunjuk menjadi RSBI yang memiliki kualitas baik. Tentu saja hal tersebut menimbulkan kecemburuan sosial dari sekolah-sekolah non-RSBI. Tentu saja kecemburuan yang sangat kentara adalah masalah glontoran dana yang diberikan pemerintah kepada RSBI sangat timpang dengan sekolah non-RSBI. Hal lain yang menyebabkan RSBI diakhiri disebabkan ada beberapa sekolah RSBI mematok biaya tinggi dalam hal sumbangan-sumbangan ataupun biaya SPP. Oleh sebab itu, RSBI dianggap sebagai sekolahnya orang-orang berduit. Atau dapat dikatakan orang-orang dengan kemampuan ekonominya rendah tidak dapat masuk di sekolah RSBI. Selain sebab-sebab itu, sekolah RSBI yang salam pembelajarannya menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris dikhawatirkan akan melunturkan jati diri bangsa Indonesia terutama dalam hal bahasa persatuan bahasa Indonesia.

Sejak putusan itu sekolah yang menyandang RSBI tidak sedikit yang mulai khawatir akan kelangsungan sekolahnya terkait dengan biaya operasional untuk memaksimalkan fasilitas yang telah ada. Karena sekolah tidak mampu untuk membiayai operasional fasilitas yang sudah ada maka sekolah dimungkinkan akan membebankannya kepada para siswa. Jika hal itu tidak dilakukan ditakutkan fasilitas-fasilitas yang telah ada akan sia-sia atau bahkan akan mengalami kerusakan karena tidak adanya biaya operasional untuk perbaikan. Hal yang sangat menyedihkan jikalau sekolah eks-RSBI tersebut adalah sekolah swasta bukan elite yang notabenya dana operasional sepenuhnya dari para siswa. Kebijakan untuk menaikkan biaya operasional sekolah dengan membebankan kepada para siswa ditakutkan sekolah akan ditinggal oleh siswanya hingga akhirnya dipertanyakan kelangsungannya. Opsi yang lain adalah menggunakan fasilitas-fasilitas yang masih dapat berfungsi dengan baik dan terpakasa membiarkan fasilitas-fasilitas yang telah ada tetapi rusak. Opsi tersebut dilakukan untuk menekan biaya operasional sehingga dimungkinkan sekolah tersebut akan mengalami penurunan kualitas.

Biarpun RSBI telah dibubarkan, tentu saja sekolah-sekolah eks-RSBI telah banyak belajar dalam segala hal. Baik dalam proses pembelajaran yang berkualitas ataupun dalam tata administrasi yang baik. Sebenarnya peningkatan kualitas sangat terlihat pada sekolah-sekolah yang dulunya RSBI. Dari sisi para siswa, ternyata sangat termotivasi untuk belajar lebih baik karena sekolah telah melengkapi berbagai peralatan penunjang belajar misalnya sarana multimedia. Dari sisi tenaga pendidik juga mengalami kemajuan yang dapat dikatakan pesat, misalnya kemahiran dalam bidang information teknologi (IT). Awalnya tenaga pendidik tidak kenal dengan perangkat komputer, akhirnya mereka dapat mengoperasikannya dengan baik untuk kepantingan pembelajaran. Maka dari itu, sebenarnya tidak ada istilah yang sia-sia dalam RSBI, tetapi karena beberapa sebab yang telah diuraikan di atas, maka RSBI dibubarkan.

Agar tujuan RSBI untuk menciptakan sekolah yang bekualitas Internasional yang telah didukung dengan biaya yang tidak sedikit berakhir sia-sia, maka sekolah-sekolah eks-RSBI harus tetap menjaga kualitas.

Pertanya sekarang muncul, jika predikat RSBI dihilangkan, maka bagaimana dengan predikat sekolah-sekolah lain misalnya SSN? Sebenarnya predikat SSN itu sama saja dengan adanya strata dalam dunia pendidikan. Berarti memang yang sebenarnya menjadi pokok permasalah mengapa RSBI dibubarkan adalah karena  glontoran dana yang begitu besar kepada RBI sehingga menimbulkan kecemburuan sekolah-sekolah lain dan sekolah RSBI sendiri rata-rata tetap menarik biaya yang tidak sedikit kepada peserta didiknya.

Terobosan Baru
Semenjak RSBI dibubarkan, Langkah bijak akan dilakukan oleh menteri pendidikan, Muhammad Nuh berencana menyiapkan payung hukum untuk sekolah-sekolah eks-RSBI. Payung hukum ini nantinya diharapkan akan memberikan angin segar bagi sekolah-sekolah eks-RSBI. Belum lama ini terdengar menteri pendidikan mengatakan akan menyiapkan program baru tentang sekolah unggulan dengan model yang berbeda. Program model baru itu tentu saja dilakukan untuk memajukan pendidikan Indonesia dengan membuat sekolah-sekolah unggulan yang mampu bersaing dengan sekolah-sekolah berkualitas tingkat internasional.

Penggantian RSBI dengan model baru tentu akan menjadi sia-sia jika pengalaman sebelumnya tentang sekolah RSBI tidak dijadikan sebagai pelajaran berharga. Penggantian nama baru tentu saja harusnya diselaraskan dengan sistem yang lebih baik sehingga tidak lagi menimbulkan berbagai permasalah yang akhir-akhirnya berbuntut pada pembubaran lagi. Kalaupun muncul lagi sekolah pengganti RSBI tetap harus adanya pemerataan pendidikan sehingga tidak lagi menimbulkan kecemburuan sosial karena kita ketahui sendiri bagaimana kondisi sekolah-sekolah di pelosok-pelosok negeri.

Boleh saja sekolah-sekolah memajukan bahasa Inggris tetapi paling tidak bahasa Indonesia harus lebih baik daripada bahasa lainnya. Jika demikian jati diri bangsa Indonesia masih ada dalam dada para pelajar. Seperti diketahui bahwa semangat nasionalisme para pemuda semakin lama semakin meluntur. Semoga jika nama baru pengganti yang dipersiapkan oleh menteri pendidikan diterima, pelajar-pelajar dari kalangan ekonomi menengah ke bawah juga bisa merasakan fasilitas yang lebih di sekolah itu. Dengan begitu image sekolah unggulan hanya untuk orang yang tingkat ekonominya menengah ke atas tidak ada lagi.






Kab. Semarang 31 Maret 2013

Jumat, 12 Oktober 2012

Persami yang Menguras Tenaga

Selasa, 11 September 2012 – Ambalan Sudirman-Kartini SMA Islam Sudirman Ambarawa selama dua hari mengadakan Persami. Persami yang dilaksanakan di lingkungan sekolah dengan diikuti oleh siswa-siswi kelas X beralangsung dengan lancar.
Satu Minggu yang lalu kegiatan persami telah dilakukan. Terdapat beberapa kenangan yang cukup menarik untuk diingat oleh peserta Persami untuk kisah klasik untuk masa depan.
Kegiatan Persami tahun ini yang dilaksanakan pada tanggal 8 dan 9 September bertepatan dengan Hari Olah Raga Nasional (Haornas). Pagi hari sebelum Persami siswa-siswi sudah berolahraga yaitu senam dan jalan santai, maka dari itu Persami tahun ini benar-benar membutuhkan kondisi fisik yang fit.
Dra. Nurul Inayati selaku pembina upacara membuka kegitan Perkemahan Sabtu-Minggu (Persami) berpesan kepada sekitar 215 peserta persami kelas X agar selalu memiliki jiwa kepramukaan yang bersemangat dan rela berkorban. Selain itu beliau juga berpesan agar peserta pramuka kelak benar-benar menjadi orang yang berguna seperti filosofi lambang pramuka yaitu tunas kelapa. Setiap bagian dari pohon kelapa memiliki manfaat yang sangat beragam.
Kegiatan baris-berbaris yang identik dengan kegiatan pramuka dilaksanakan setelah upacara pembukaan. Di sela-sela mengawasi kegiatan pramuka, Arifin, salah satu bantara mengatakan bahwa baris-berbaris dimaksudkan agar timbul sikap disiplin dalam diri peserta Persami. “Melalui kegiatan baris-berbaris adik-adik dikondisikan agar selalu disiplin dan lebih dapat menjaga kerapian,” ungkapnya. Memang perlu diakui bahwa semangat kedisiplinan atau kerapian dalam berseragam semakin lama semakin luntur, maka dari itu melalui kegiatan positif ini siswa dikondisikan agar sadar masalah kedisiplinan dan kerapian.
Pentas Seni yang Hambar
Api unggun yang direncanakan mulai pukul 09.00 WIB ternyata tertunda selama setengah jam karena persiapan teknis yang sedikit terganggu. Biarpun demikian pelaksanaan api unggun yang dipimpin oleh Dra. Nurul Inayati berjalan cukup lancar. Dalam amanatnya beliau mengajak agar seorang pramuka hendaknya memiliki semangat yang membara seperti api. “Seorang Pramuka hendaknya kita mencontoh api unggun ini. Bukan berarti kita menyembah api, tetapi kita mencontoh api bergejolak dalam hal semangat kita,” ungkapnya.
Pentas seni yang dilaksanakan saat api unggun kurang begitu menarik karena seluruh kelas hanya bernyanyi. Tidak ditemukan pentas seni seperti tahun lalu misalnya pembacaan puisi atau drama. Biarpun demikian seluruh peserta Persami mengapresiasi dengan baik. Setelah kegiatan api unggun adalah renungan malam yang dipimpin oleh Sutimin yang merupakan alumni tahun lalu. Saat renungan kejadian yang tak diharapkan terjadi, yaitu banyak peserta Persami yang pingsan. Ada lebih dari lima belas orang dan tiga di antaranya terpaksa dilarikan ke RSUD Ambarawa. Kejadian itu sempat membuat panik tim PMR yang bertugas dan bantara. Dengan sigap akhirnya semua siswa yang pingsan dapat sembuh dengan cepat dan tiga orang yang di bawa ke RSUD Ambarawa juga sembuh dan dibawa kembali ke sekolah.
Wide Game
Kegiatan wide game dimulai lebih awal yaitu sekitar pukul 06.00, hal ini dilakukan agar pelaksanaan Persami dapat lebih cepat dan para siswa mempunyai waktu istirahat yang lebih banyak sehigga harapannya para siswa khususnya kelas X hari Senin dapat masuk seperti biasa. Berbeda dengan tahun lalu, tahun ini rute wide game ke arah Kupang Dukuh melewati SPS naik. Dengan coretan tepung basah cukup membuat lucu wajah para persami. Satu persatu kelompok berangkat dengan disertai yel-yel kelompok untuk lebih memeriahkan wide game.
Setelah kegiatan ini dan makan pagi, upacara penutupan dilaksanakan, pukul 10.00 WIB acara persami berakhir. Kegiatan yang sangat melelahkan satu persatu dilalui dengan cukup sukses. Semoga kesuksesan selalu ada di Dewan Ambalan Sudirman-Kartini SMA Islam Sudirman Ambarawa, amin.

Jumat, 25 Mei 2012

Senyum dan Tangis Kemah Akhirussanah 2012 di Prambanan

Kemah Akhirussanah SMA Islam Sudirman Ambarawa tahun 2012 pada tanggal 17 – 19 Mei dilaksanakan di Kawasan Taman Candi Prambanan Sleman Yogyakarta. Kemah dirasakan sangat mengesankan bagi peserta.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang selalu diadakan di kawasan pegunungan dengan udara yang sejuk bahkan dingin, tahun ini kemah akhirussanah dilaksanakan di kawasan wisata taman candi prambanan yang notabenya sangat panas. Hal itu disebabkan karena lokasinya yang berada di daerah perkotaan. Biarpun demikian seluruh peserta kemah sangat menikmati keindahan lokasi perkemahan dengan background candi prambanan.

Kemah yang dibuka oleh kepala sekolah SMA Sudirman, Riyanto ini merupakan kemah yang telah dinanti-nanti oleh peserta kemah kelas X. Dalam acara pembukaan Riyanto berpesan kepada peserta kemah agar senantiasa menjaga nama baik almamater sekolah karena akan berada jauh dari sekolah. Beliau juga berpesan agar menjaga kesehatan dengan baik agar tidak sakit. Selain itu beliau juga berpesan agar peserta kemah tetap menjalankan kewajiban sebagai umat muslim, yaitu salat lima waktu. “Anak-anakku, Bapak berpesan tolong jaga nama baik almamater kalian ini dengan sebaik-baiknya. Selain itu kalian harus bisa menjaga diri dan jangan sekali-kali meninggalkan salat biarpun kalian dalam kondisi yang sangat tidak menyenangkan,” pesan Riyanto.

Panitia mengangkut rombongan kemah dengan menggunakan empat armada truk dari TNI Kavaleri Turonggo dan tiga tambahan truk dari luar. Tujuh truk yang disiapkan oleh panitia ternyata masih kurang sehingga dengan terpaksa peserta kemah berdesak-desakan di atas truk. Biarpun berdesak-desakan, rombongan kemah yang melewati jalur Salatiga – Boyolali – Klaten – Sleman ini merasakan kesenangan tersendiri. “Biarpun panas kami tetap happy, Pak,” ungkap salah satu peserta kemah laki-laki yang ada di atas truk terbuka

Hari Pertama
Setiba di bumi perkemahan kawasan taman candi prambanan peserta kemah langsung dengan sigap mendirikan tenda. Sangat disayangkan ada beberapa sangga yang tidak membawa tenda regu karena adanya salah komunikasi dengan TNI Kavaleri. Akhirnya atas inisiatif panitia mereka menempati tenda pleton yang besar bersama kakak-kakak bantara.

Setelah persiapan perkemahan sudah selesai, lomba baris berbaris dan memasak nasi goreng diadakan. Dalam lomba memasak nasi goreng yang penilaiannya dipimpin oleh M.Khanifuddin menilai masakan cukup enak. “Nasi gorengnya ada yang rasanya hambar, ada juga yang bener-bener sangat enak,” ungkap Khanifuddin.

Malam hari pertama ini peserta kemah menyaksikan sendratari Ramayana (Ramayana Ballet) dengan lakon Hanoman Obong. Menceritakan Sinta yang diculik oleh Rahwana yang kemudian Hanoman diperintahkan oleh Rama untuk menyelamatkan Sinta, pergi ke negeri Alengka tempat tinggal Rahwana.

Sebagian besar siswa yang menyaksikan terlihat sangat antusias menyaksikannya. Salah salah satunya Lia Andriani kelas X6. “Biarpun mata sudah agak ngantuk, melihat Sendratari Ramayana ini adalah pengalaman pertama yang cukup menarik. Penarinya perfect tetapi menurut saya ekspresinya kurang total,” ungkap Lia. Karena tokoh-tokoh dalam sendratari ini tidak mengucapkan dialog, penonton yang belum mengetahui alur ceritanya akhirnya sedikit tidak paham.

Hari Kedua
Dengan memakai seragam olah raga yang dipimpin oleh Sutimin, peserta kemah memulai aktivitas hari kedua dengan senam pagi. Setelah itu peserta kemah diajak susur rimba dengan rute yang cukup menantang adalah menyeberangi Kali Opak, salah satu kali yang hulunya adalah Gunung Merapi. Semua peserta susur rimba berbasah-basahan menyeberangi Kali Opak karena kedalamannya di atas lutut orang dewasa.

Setelah salat Jumat, peserta kemah diarahkan oleh kakak-kakak bantara untuk mengikuti kegiatan berikutnya yaitu out bond. Dalam kegiatan ini jelas semua terlihat bersemangat walaupun fisik sudah terkuras lelah. Semua peserta out bong terlihat tersenyum melewati berbagai rintangan yang menghadang. Biarpun peserta mendapat hukuman saat gagal menyelesaikan tantangan, itu malah membuat mereka semakin bersemangat karena mendapatkan guyuran air dari kakak-kakak bantara. Out bond yang dilakukan diantaranya balap lari berkelompok, menirukan kalimat dengan cepat, mengisi air di paralon besar yang dilubangi, dll.

Dengan sisa kekuatan yang masih ada, peserta kemah diajak keliling kawasan taman wisata Candi Parambanan untuk melakukan jelajah budaya yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok perjalanan ke Candi Prambanan, Candi Sewu, dan museum Candi Prambanan. Tidak hanya jejalah tanpa ada tugas, tetapi peserta kemah diharuskan membuat laporan tertulis hasil dari jelajah budaya yang dilakukan.

Tragedi Hujan Deras
Tak disangka dan tak dikira kondisi yang tak diharapkan ada malah ada, hujan deras. Tidak ada persiapan untuk membawa jas hujan atau terpal untuk melindungi tenda. Hujan saat salat maghrib berjamaah di lapangan membuat beberapa tenda rubuh. “Saya kagum dengan anak-anak, walaupun hujan sangat deras mereka tetap menyelesaikan salat maghribnya,” ungkap pembina pramuka, Dra. Nurul Inayati. “Ternyata pesan Pak Riyanto mereka jalankan dengan baik,” tambahnya.

Hujan yang mengguyur selama satu jam ini cukup membuat kegitan-kegiatan malam kedua dibatalkan. Praktis rencana awal yang sudah disipkan oleh kakak-kakak bantara dengan matang untuk malam hari kedua semuanya gagal dilaksanakan kecuali api unggun yang hanya dinyalakan oleh beberapa orang bantara.

Sementara itu, karena kondisi tenda tidak memungkinkan untuk ditempati, maka penanggung jawab taman wisata Candi Prambanan mengungsikan peserta kemah ke pendopo museum. Hujan yang deras ini membuat beberapa peserta kemah sakit dan jatuh pingsan. Lebih dari lima orang yang sakit saat hujan deras ini padahal hari sebelumnya tak ada satupun yang sakit. Tiga diantaranya terpaksa dibawa mobil ambulan ke balai pengobatan Panti Rini untuk mendapatkan perawatan lebih baik.

Hari Ketiga
Setelah istirahat semalam, setelah salat subuh peserta kemah kembali lagi ke tempat perkemahan untuk mengemasi barang-barang yang berantakan karena kehujanan malam harinya. Tak pelak banyak barang bawaan peserta yang hilang karena tercampur dengan peserta kemah yang lain. Setelah barang-barang selesai dikemasi, upacara penutupan dimulai. Dalam hal ini ketua panitia kemah akhirussanah sma islam sudirman ambarawa tahun 2012, Soekamto memberikan amanat yang sangat berharga. “Semua yang kalian alami selama tiga hari ini adalah pengalaman yang sangat berharga. Kalian telah mampu mengatasi tantangan alam yang cukup berat ini. Orang yang kuat adalah orang yang mampu mengatasi ujian yang lebih berat,” jelas Soekamto.

Diakhiri dengan jabatan peserta kemah kepada kakak bantara dan panitia kemah, berakhirlah kemah akhirussanah SMA Islam Sudirman Ambarawa tahun 2012 di kawasan taman wisata Candi Prambanan.

Rabu, 08 Februari 2012

Lomba Kaligrafi dan Khitobah Berbahasa Inggris

Ambarawa - Senin, 6 Februari 2012 bertempat di SMA Islam Sudirman Ambarawa Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama (MGMP PA) RSMABI Korwil Semarang menyelenggarakan lomba Khitobah berbahasa Inggris dan pembuatan kaligrafi.
Kegiatan ini digunakan sebagai wahana silaturrahmi antarsiswa dan ajang penyaluran bakat siswa di bidang seni kaligrafi dan kemampuan berpidato dengan menggunakan bahasa inggris. “Lomba ini diselenggarakan untuk memupuk rasa ukhuwah Islamiyah dan ajang menyalurkan bakat siswa dalam bidang seni,” ungkap Mahfud MPd.I selaku ketua MGMP PA RSMABI Korwil Semarang.
Kegiatan ini diikuti dua belas SMARSBI se-Korwil Semarang yaitu: SMA N 1 Semarang, SMA N 2 Semarang, SMA N 4 Semarang, SMA N 1 Purwodadi, SMA N 1 Demak, SMA N 1 Kendal, SMA N 1 Boja, SMA N 1 Ungaran, SMA Islam Sudirman Ambarawa, SMA N 1 Salatiga, SMA Pondok Modern Selamat Kendal, dan SMA Kesatrian 1 Semarang.
Dalam perlombaan ini panitia menghadirkan dewan juri dari Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga yang bertujuan agar tidak terjadi keberpihakan. “Kami mengambil juri yang berasal dari STAIN Salatiga dan keseluruhannya adalah dosen, hal ini tentu saja agar penilaian dapat lebih netral,” ungkap Edy Mahmud, S.Ag. selaku sekretaris MGMP.
Lomba yang diselenggarakan mulai pukul 09.00 WIB dan selesai pukul 14.30 WIB ini mendapatkan juara 1 Lomba khitobah berbahasa Inggris yaitu Anisa Dyah Pertiwi dari SMA N 2 Semarang. Adapun juara 2 diperoleh Sefin Anggi Riyantika dari SMA N 1 Purwodadi dab Juara 3 adalah Ummun Nisa’ S. dari SMA N 1 Boja.
Sementara itu, hasil Lomba Kaligrafi sebagai juara 1 yaitu Destilla Adi Rosyada dari SMA N 1 Purwodadi, Juara 2 LIntang Yasindi Putri dari SMA N 1 Ungaran, dan Juara 3 Siti Rohmawati dari SMA Islam Sudirman Ambarawa.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes