Teman, aku titipkan surat kecil ini untuk Tuhanku. Kutitipkan kepadamu karena kau telah mendahuluiku sedang aku masih ingin tinggal sejenak menghirup segarnya udara di pagi hari. Aku masih ingin menikmati minuman ini sembari mengukir lukisan kehidupanku. Kuharap kepadamu teman, sampaikan salamku kepada Tuhanku bahwa aku merindukannya, tetapi aku juga masih ingin bersama-sama orang yang mencintaiku di dunia ini. Sampiakan juga kepada-Nya aku akan menemuinya.
Teman, jangan kau harapkan aku akan memberikan uang receh limaratusan atau lembaran ribuan sebagai pengganti perangko. Kamu sendiri tahukan bahwa kamu sudah tidak lagi memerlukan itu semua, tetapi yang kau perlukan adalah doa orang-orang saleh dan anak-anakmu? Aku akan memberikan doa itu kepadamu agar kamu mendapatkan kenikmatan di duniamu sekarang.
Kawan, aku telah menyelipkan secarik kertas dan bolpoin untuk kau gunakan menulis surat kepadaku tentang keluhanmu, tentang kerinduanmu, atau tentang kelelahanmu dalam menjawab segala macam pertanyaan yang dilontarkan oleh munkar dan nangkir. Semua kamu ceritkan kepadaku teman, sehingga aku akan bisa lebih mempersiapkan bekal yang lebih baik. Teman, saya sering dengar cerita bahwa liang lahat itu gelap gulita. Kawan, saya berpesan jika itu terjadi, maka kamu harus menerimanya dengan ikhlas, tetapi aku tidak mengharap kegelapan menemuimu di hari-hari di alam barzah sembari menunggu tiupan terompet yang kedua oleh Malaikat Isrofil. Teman, semoga kau pergi sudah memperoleh bekal yang cukup yang kau dapat di dunia untuk bisa menjawab pertanyaan dua malaikat itu sehingga tak kan ada amukan dari dua malaikat itu kepadamu.
Teman, aku merindukan saat pagi bersamamu menyalami anak-anak kita yang semakin dewasa, yang semakin juga bertambah kagum kita kepadanya. Teman, masih kuingat betul ketika kau semprotkan parfum di tangan kananmu di pagi hari berharap siswi-siswi akan terpesona akan keharuman aroma tanganmu. Ketika itu aku haya membatin bahwa kamu memang sungguh hebat, teman. Aku masih mengingat juga ketika kau sisir rambutmu di cermin ruang guru dengan sepercik air kran yang kamu percikkan di rambutmu. Teman, cermin di ruang guru bercerita kepadaku bahwa dia sangat suka dengan wajahmu, sengan senyummu, dan juga kumis tebal yang terkadang sampai menutupi lubang hidungmu. Sang cermin juga mengatakan kepadaku bahwa dia sangat merindukan melihat wajahmu.
Sobat, ingatan ini masih sangat peka dengan suramu yang mendendangkan lagu milik satria bergitar, Rhoma Irama. Lagu syahdu yang menjadi favorit kamu yang sering kita nyanyikan bersama sambil menyimak video dari youtube. Ingatanku masih juga sangat peka terhadap ejekanmu atau “pacokanmu” kepadaku dengan seorang siswi yang dulu aku tanyakan kepadamu ketika di kantin sekolah, sehingga kamu mengartikan bahwa aku suka kepadanya. Aku merindukan semua “pacokanmu” itu dengan sambil canda tawa yang membuat aku tersipu malu. Foto ketika itu masih saya simpan dengan baik di komputerku ini, teman. Aku minta maaf teman, karena sampai saat ini aku belum mempunyai keajaiban kekuatanku untuk mengucapkan bahwa aku mempunyai rasa kepadanya. Mungkin suatu saat nanti aku akan mempunyai kekuatan sehingga aku akan bisa membuat kamu tersenyum di dunia lain sana. Teman, terima kasih atas senyuman yang telah kau berikan kepadaku, atas senyuman yang telah kau ukirkan di bibirku.
Teman, aku merindukan kamu ketika kamu selalu memintaku untuk menemani bermain komputer, ketika makan bersama, atau ketika kamu memintaku untuk “ngedalke” RPP atau file-file yang lain. Kata unik yang kamu gunakan sebagai pengganti kata mengeprint sangat terasa berarti untuk aku ingat. Kebersamaanmu denganku memang tidak lama, hanya satu setengah tahun, tetapi aku merasa kedekatan ini bagaikan bertahun-tahun telah melekat bersama kita. Teman, sebenarnya masih banyak memori yang akan aku uraikan kepadamu, tetapi aku tak sanggup meneteskan air mata ketika menulis tentangmu.
Jangan lupa titipanku kepadamu teman, tentang surat kecil untuk Tuhanku. Surat ini berisi ratusan pertanyaanku kepada Tuhan tentang kehidupanku dan kematianku. Tentang seorang wanita yang akan mendampingiku selalu sampai akhir hayat, tentang anak-anakku yang membuat keceriaan di dalam keluargaku, tentang kematianku, tentang kehidupanku di dunia yang sedang kau tempati sekarag, tentang kehidupan bapakku di dunia kubur, tentang ibuku yang sangat aku sayangi dan aku cintai, tentang ini itu yang masih banyak, menjubel di memori otakku.
Teman, aku juga menuliskan permohonan kepada Allah untuk dosa-dosa bapakku dan kamu agar diampuni. Dalam baris terakhir surat itu aku tuliskan “I Love You Allah,” agar Allah semakin mencintaiku dan aku lebih dekat dengannya.
Teman, tulisan ini kupersembahkan untukmu seorang, semoga mampu mengingatkanku kepadamu untuk selama-lamanya, tentang hari-hari terakhirmu di hari Sabtu, 17 Desember 2011.
Selamat jalan, temanku, Drs.Herman Widodo.
Kabupaten Semarang, 22 Desember 2011
Jumat, 23 Desember 2011
Surat Kecil untuk Tuhanku
09.26
mading sma issuda
No comments
0 komentar:
Posting Komentar