Senin, 01 April 2013

Akhir Perjalanan RSBI

Perjalanan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) akhirnya telah berakhir setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 8 Januari 2013. MK menilai pasal 50 ayat 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. RSBI dianggap telah menyalahi amanat UUD 1945 tentang hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang merata. RSBI dianggap sebagai cerminan tidak adanya pemerataan pendidikan atau dapat dikatakan adanya kastanisasi pendidikan. Sehingga hanya sekolah-sekolah tertentu yang ditunjuk menjadi RSBI yang memiliki kualitas baik. Tentu saja hal tersebut menimbulkan kecemburuan sosial dari sekolah-sekolah non-RSBI. Tentu saja kecemburuan yang sangat kentara adalah masalah glontoran dana yang diberikan pemerintah kepada RSBI sangat timpang dengan sekolah non-RSBI. Hal lain yang menyebabkan RSBI diakhiri disebabkan ada beberapa sekolah RSBI mematok biaya tinggi dalam hal sumbangan-sumbangan ataupun biaya SPP. Oleh sebab itu, RSBI dianggap sebagai sekolahnya orang-orang berduit. Atau dapat dikatakan orang-orang dengan kemampuan ekonominya rendah tidak dapat masuk di sekolah RSBI. Selain sebab-sebab itu, sekolah RSBI yang salam pembelajarannya menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris dikhawatirkan akan melunturkan jati diri bangsa Indonesia terutama dalam hal bahasa persatuan bahasa Indonesia.

Sejak putusan itu sekolah yang menyandang RSBI tidak sedikit yang mulai khawatir akan kelangsungan sekolahnya terkait dengan biaya operasional untuk memaksimalkan fasilitas yang telah ada. Karena sekolah tidak mampu untuk membiayai operasional fasilitas yang sudah ada maka sekolah dimungkinkan akan membebankannya kepada para siswa. Jika hal itu tidak dilakukan ditakutkan fasilitas-fasilitas yang telah ada akan sia-sia atau bahkan akan mengalami kerusakan karena tidak adanya biaya operasional untuk perbaikan. Hal yang sangat menyedihkan jikalau sekolah eks-RSBI tersebut adalah sekolah swasta bukan elite yang notabenya dana operasional sepenuhnya dari para siswa. Kebijakan untuk menaikkan biaya operasional sekolah dengan membebankan kepada para siswa ditakutkan sekolah akan ditinggal oleh siswanya hingga akhirnya dipertanyakan kelangsungannya. Opsi yang lain adalah menggunakan fasilitas-fasilitas yang masih dapat berfungsi dengan baik dan terpakasa membiarkan fasilitas-fasilitas yang telah ada tetapi rusak. Opsi tersebut dilakukan untuk menekan biaya operasional sehingga dimungkinkan sekolah tersebut akan mengalami penurunan kualitas.

Biarpun RSBI telah dibubarkan, tentu saja sekolah-sekolah eks-RSBI telah banyak belajar dalam segala hal. Baik dalam proses pembelajaran yang berkualitas ataupun dalam tata administrasi yang baik. Sebenarnya peningkatan kualitas sangat terlihat pada sekolah-sekolah yang dulunya RSBI. Dari sisi para siswa, ternyata sangat termotivasi untuk belajar lebih baik karena sekolah telah melengkapi berbagai peralatan penunjang belajar misalnya sarana multimedia. Dari sisi tenaga pendidik juga mengalami kemajuan yang dapat dikatakan pesat, misalnya kemahiran dalam bidang information teknologi (IT). Awalnya tenaga pendidik tidak kenal dengan perangkat komputer, akhirnya mereka dapat mengoperasikannya dengan baik untuk kepantingan pembelajaran. Maka dari itu, sebenarnya tidak ada istilah yang sia-sia dalam RSBI, tetapi karena beberapa sebab yang telah diuraikan di atas, maka RSBI dibubarkan.

Agar tujuan RSBI untuk menciptakan sekolah yang bekualitas Internasional yang telah didukung dengan biaya yang tidak sedikit berakhir sia-sia, maka sekolah-sekolah eks-RSBI harus tetap menjaga kualitas.

Pertanya sekarang muncul, jika predikat RSBI dihilangkan, maka bagaimana dengan predikat sekolah-sekolah lain misalnya SSN? Sebenarnya predikat SSN itu sama saja dengan adanya strata dalam dunia pendidikan. Berarti memang yang sebenarnya menjadi pokok permasalah mengapa RSBI dibubarkan adalah karena  glontoran dana yang begitu besar kepada RBI sehingga menimbulkan kecemburuan sekolah-sekolah lain dan sekolah RSBI sendiri rata-rata tetap menarik biaya yang tidak sedikit kepada peserta didiknya.

Terobosan Baru
Semenjak RSBI dibubarkan, Langkah bijak akan dilakukan oleh menteri pendidikan, Muhammad Nuh berencana menyiapkan payung hukum untuk sekolah-sekolah eks-RSBI. Payung hukum ini nantinya diharapkan akan memberikan angin segar bagi sekolah-sekolah eks-RSBI. Belum lama ini terdengar menteri pendidikan mengatakan akan menyiapkan program baru tentang sekolah unggulan dengan model yang berbeda. Program model baru itu tentu saja dilakukan untuk memajukan pendidikan Indonesia dengan membuat sekolah-sekolah unggulan yang mampu bersaing dengan sekolah-sekolah berkualitas tingkat internasional.

Penggantian RSBI dengan model baru tentu akan menjadi sia-sia jika pengalaman sebelumnya tentang sekolah RSBI tidak dijadikan sebagai pelajaran berharga. Penggantian nama baru tentu saja harusnya diselaraskan dengan sistem yang lebih baik sehingga tidak lagi menimbulkan berbagai permasalah yang akhir-akhirnya berbuntut pada pembubaran lagi. Kalaupun muncul lagi sekolah pengganti RSBI tetap harus adanya pemerataan pendidikan sehingga tidak lagi menimbulkan kecemburuan sosial karena kita ketahui sendiri bagaimana kondisi sekolah-sekolah di pelosok-pelosok negeri.

Boleh saja sekolah-sekolah memajukan bahasa Inggris tetapi paling tidak bahasa Indonesia harus lebih baik daripada bahasa lainnya. Jika demikian jati diri bangsa Indonesia masih ada dalam dada para pelajar. Seperti diketahui bahwa semangat nasionalisme para pemuda semakin lama semakin meluntur. Semoga jika nama baru pengganti yang dipersiapkan oleh menteri pendidikan diterima, pelajar-pelajar dari kalangan ekonomi menengah ke bawah juga bisa merasakan fasilitas yang lebih di sekolah itu. Dengan begitu image sekolah unggulan hanya untuk orang yang tingkat ekonominya menengah ke atas tidak ada lagi.






Kab. Semarang 31 Maret 2013

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes